Bakpia Patuk

Tidak hanya warga Pathuk yang membuat bakpia, salah satu produsen bakpia “pribumi” alias warga Yogyakarta yang cukup populer adalah pada tahun 70-an adalah Nitigurnito yang tinggal di daerah Taman sari. Bakpia buatanya agak berbeda dengan buatan warga Pathuk. Bakpia Nitigurnito lapisan kulitnya lebih tebal, berwarna putih dengan bagian tengah menjadi kecoklatan karena dipanggang, sedangkan Bakpia Pathuk berkulit tipis dan mudah rontok.

Dengan segera, bakpia Nitigurnito menginspirasi warga sekitar Tamansari untuk memproduksi dan membuka toko bakpia. Bahkan bagi warga asli Yogyakarta, Bakpia Tamansarilah yang dianggap sebagai bakpia khas Yogyakarta. Namun tampaknya etos dagang orang Jwa tidak seulet orang Tionghoa. Toko bakpia di daerah Tamansari tidak bertahan lama, banyak toko yang tutup, sehingga industri Bakpia di wilayah itu terpuruk dan tak meninggalkan sisa.

Karena banyaknya warga Pathuk yang membuat usaha Homea, maka kawasan tersebut dikenal sebagai sentral pembuatan dan penjualan Bakpia yang paling terkenal di Yogyakarta. Kemasan Bakpianya pun tampil dengan kemasan baru dengan merek dagang sesuai dengan nomor rumah seperti 75,55,25 dan lainnya. Kemudian diikuti munculnya bakpia-bakpia dengan inovasi yang berbeda. Demikian pesatnya perkembangan “kue oleh-oleh” itu hingga mencapai booming sekitar tahun 1992 sampai sekarang sehingga menjadi ikon wisata kota Yogyakarta dalam hal pusat oleh-oleh khas kota Yogyakarta.